Wacana penjualan gedung Kementerian BUMN oleh Menteri Rini Soemarno menuai kontroversi. Meski sebatas wacana, niat Rini menjual aset negara menuai kritik dan kecaman.
Gedung yang kini menjadi markas Kementerian BUMN ini, dulunya merupakan gedung milik Garuda Indonesia. Gedung ini menjadi saksi bisu penyelesaian krisis yang melanda maskapai penerbangan Garuda Indonesia pada 2006. Pemerintah memutuskan membeli gedung itu agar aset Garuda yang sangat strategis (ada di ring 1 pusat pemerintahan) tidak jatuh ke tangan asing.
Pengamat Ekonomi Said Didu menceritakan, atas dukungan DPR dan Kemenkeu disiapkan dana melalui APBN yang dicicil selama 3 tahun. Saat itu pemerintah membeli gedung tersebut sedikit memaksa karena hanya dibeli sedikit di atas NJOP bahkan tidak melalui lelang tapi hanya melalui appraisal.
"Pada dasarnya Garuda 'keberatan' menjual aset tersebut ke Pemerintah. Ada beberapa kali demo karyawan yang menolak. Selain karena harganya murah juga karena mereka tidak mau kehilangan aset strategis," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Kamis (18/10).
Perjuangan mendapatkan aset itu tidak semudah membalik telapak tangan. Karena melibatkan opini dari DPR, BPK, dan penegak hukum. BPK diminta persetujuan karena awalnya Kementerian BUMN sudah membayar uang muka untuk membeli Gedung Danareksa. Namun atas pertimbangan menyelamatkan aset Garuda agar tidak jatuh ke tangan swasta.
Menteri BUMN saat itu Sofyan Djalil menyetujui pembatalan pembelian Gedung Danareksa dan membeli Gedung Garuda. Penggantian tersebut mendapatkan persetujuan dari BPK.
Said Didu menuturkan, sejak awal pembelian gedung ini, Kementerian BUMN menyadari bahwa kantor tersebut terlalu besar. Sehingga beberapa instansi lain/lembaga ikut menggunakan kantor tersebut, seperti KPK sejak 2008 menempati 1 lantai, Dewan Perubahan iklim mendapat satu lantai.
Berangkat dari sejarah panjang gedung BUMN, mantan Sekretaris Menteri BUMN ini menyarankan agar gedung itu tidak dijual. Efisiensi perlu didukung, namun tidak dengan menjual aset. Apalagi aset itu ada di ring 1 pusat pemerintahan, jantung ibu kota negara.
"Tapi mungkin bukan dengan cara menjual Kantor Kementerian BUMN yang lokasinya berada di lingkaran 1 (Jalan Merdeka). Cukuplah gedung Indosat yang menjadi saksi bisu pelepasan aset negara di lingkaran 1 tersebut. Gedung Indosat adalah satu-satunya gedung swasta yang saat ini ada di lokasi ring 1," papar dia.
Untuk efisiensi, kata dia mungkin lebih baik sebagian gedung tersebut disewakan ke pihak lain seperti SKK Migas dan BUMN /perwakilan BUMN yang saat ini masih menyewa kantor di berbagai tempat atah digunakan bersama dengan Kementerian/Lembaga yg belum memiliki kantor.
"Anggaran kementerian BUMN selama ini adalah yang terendah dari seluruh Kementerian dan Lembaga yang ada hanya sekitar Rp 200 - 300 miliar per tahun," tutupnya.
Home » berita »
bisnis »
ekonomi »
jokowi »
jusuf kalla »
News »
politik
» gedung Indosat saksi bisu pelepasan aset negara di ring 1
gedung Indosat saksi bisu pelepasan aset negara di ring 1
Posted
,
Add Comment
Silahkan Gunakan Facebook Comment, Jika Anda Tidak Memiliki Blog
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 Response to "gedung Indosat saksi bisu pelepasan aset negara di ring 1"
Post a Comment